Aku terus memperhatikannya. Melihat setiap langkah yang dia ambil, sambil sesekali aku meminta untuk mengulangi langkah yang sama. Begitulah caraku mempelajarinya, atau begitulah cara dia mengajariku. Dengan tanpa melalui komunikasi suara, dia terus tetap mencoba memahamkanku. Entah sejak kapan, tapi semenjak aku mengenalnya, dia telah mengalami gangguan pendengaran.
Lantas, kekurangankah itu?
Tidak!
Bagiku itu hanyalah takdir, ketetapan Tuhan yang tak mungkin dihindari. Tapi itu tak mengurangi kemampuannya mengolah langkah. Seni yang membuatku kagum dan menjadi candu baru dalam hidupku.
Dengan pelan tapi pasti aku mulai meniru gayanya, menerapkan ke berbagai kolaborasi langkah di setiap perjalananku. Keluarga, tetangga, orang asing, hingga kompetitor telah ku taklukkan. Memang tak semuanya, tapi dengan waktu yang singkat, aku mampu menunjukkan bahwa anak kecil mampu bersaing dalam dinamika usia yang merupakan tolok ukur dalam pengkategorian permainan itu.
Banggakah aku?
Sedikit memang aku iyakan. Tapi lebih dari sekedar itu, ada hal luar biasa yang aku rasakan. Perasaan yang membuatku tetap bersemangat, tetap tersenyum bahkan tertawa. Pun dengan yang mereka rasakan, dari yang aku lihat pada seringai wajah mereka. Sesuatu apakah itu?
Mereka menyebutnya kesenangan. Entah siapa yang menamakannya atau bahkan siapa pula yang mendefinisikannya. Siapapun itu aku sangat berterimakasih karena telah berkesempatan merasakannya. Dan semoga, mereka yang terlihat terseringai itu merasakan sama dengan yang aku rasakan.
Terimakasih Engkau yang telah mengajarkanku keindahan seni langkah.
Terimakasih Kalian yang telah bersamaku menikmati keindahan seni langkah.
Dan terimakasih kepada Pencipta kesenangan.
Semoga kesenangan selalu bersamaku dan membawanya beserta kalian, hingga penciptanya turut senang dengan kesenangan yang aku rasakan.
Amin.
Karya: Mas Gakusei