Hubungan Antara Status Gizi Dewasa Dengan Sindroma Metabolik

kali dibaca


Oleh :
- Walada Ula Najichah (2007026031)
- Charisa Ade Arnanda (2007026032)
- Dina Dwi Woro Sehati (2007026033)
- Rizki Nur Indah Sari (2007026034)

Mahasiswa Prodi Gizi UIN Walisongo


Edukratifnews.com/Artikel -  Sindrom metabolic adalah sekelompok faktor risiko (hipertensi, dislipidemia (peningkatan trigliserida dan penurunan high-density lipoprotein-kolesterol), peningkatan glukosa puasa, dan obesitas sentral) untuk diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular (CVD), di mana tiga dari 5 temuan abnormal memenuhi syarat seseorang untuk kondisi ini. 


Hipertensi adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi sering disebut sebagai “silent killer” karena sering ditemukan pada orang yang tidak memiliki gejala sebelumnya. Hipertensi telah menjadi salah satu penyakit penyerta yang memberikan kontribusi signifikan terhadap angka kejadian stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal dan merupakan salah satu penyebab utama kematian di masyarakat. Terdapat pengaruh yang signifikan yaitu hubungan umur dan status gizi dengan kejadian hipertensi dan tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Pengaruh hubungan antara status gizi dengan hipertensi adalah terjadi peningkatan proporsi hipertensi dari kurus dan berat badan normal menjadi kelebihan berat badan. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan nilai IMT yang lebih tinggi memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami hipertensi. Hampir separuh (49,70%) responden penderita hipertensi mengalami kegemukan. Dari hal tersebut maka pemeriksaan kesehatan pada usia muda serta peningkatan perilaku terkait Gerakan Hidup Sehat Masyarakat (GERMAS) dalam kehidupan sehari- hari perlu dilakukan secara rutin guna menurunkan prevalensi hipertensi.


Obesitas dan sindrom metabolik menjadi penyebab utama suatu penyakit kronis dan kematian di seluruh dunia. Faktor pertumbuhuan awal kehidupan menjadi dampak potensial pada hasil kesehatan di kemudian hari. Beberapa periode kritis pada awal kehidupan telah ditunjukkan termasuk adipositas rebound (AR). Secara umum, selama tahun pertama kehidupan terjadi peningkatan yang pesat dalam indeks masa tubuh (IMT) lalu menurun sampai mencapai sekitar usia 6 tahun sebelum terjadi lagi peningkatan IMT sampai akhir pertumbuhan. Minimal dari titik nilai IMT sesuai dengan adipositas rebound (AR) di mana dalam beberapa literatur mengatakan titik potongnya minimal penurunan IMT terjadi sebelum 4 tahun tapia da juga yang terjadi sebelum 5 atau 5,5 tahun. Di mana beberapa penelitian mengatakan ambang batas minimal penurunan IMT untuk laki-laki (5,5 tahun) untuk perempuan (5 tahun). Beberapa penelitian epidemiologis mengatakan jika peningkatan adipositas rebound ini akan berhubungan dengan peningkatan risiko kelebihan berat badan atau obesitas pada masa remaja atau dewasa. Beberapa penelitian juga mengatakan hubungan lingkar pinggang yang tinggi di masa kanak-kanak atau dewasa dengan adipositas rebound sebelumnya. Tetapi, beberapa penelitian menunjukkan individu yang memiliki adipositas rebound lebih awal jauh lebih berisiko mengalami gangguan tolerasi glukosa atau diabetes tipe 2. Meskipun begitu, penelitian dalam sindrom metabolic jarang terjadi.


Selain itu ada sebuah kelainan yang berhubungan dengan status gizi seseorang yang disebut kelainan nutrisi. Kelainan nutrisi menonjol di antara manifestasi sistemik yang ada pada kondisi pernapasan kronis. Ketika kelainan nutrisi ini menjadi sangat parah, dengan penurunan berat badan dan massa otot yang nyata, mereka membentuk sindrom metabolik yang kompleks, yang dikenal sebagai cachexia. Namun, harus diingat bahwa tahap awal kelainan nutrisi tidak selalu melibatkan penurunan berat badan yang nyata. 


Kelainan nutrisi sering terjadi pada berbagai penyakit pernapasan kronis seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), bronkiektasis, cystic fibrosis (CF), fibrosis interstisial dan kanker paru-paru, memiliki konsekuensi klinis yang penting. Kelainan gizi sangat sering meliputi hilangnya massa otot, yang merupakan faktor penting terjadinya disfungsi otot. Kelainan nutrisi dan disfungsi otot dihasilkan dari interaksi beberapa faktor, termasuk merokok, aktivitas fisik yang rendah-sedentarisme, peradangan sistemik dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi, yang pada dasarnya mengarah pada keseimbangan negatif antara pemecahan dan sintesis protein. Salah satu konsekuensi klinis terpenting dari defisiensi nutrisi pada pasien dengan gangguan pernapasan kronis adalah hilangnya massa otot dan gangguan fungsional. 


Disfungsi otot dapat melibatkan perifer (anggota tubuh) serta otot-otot pernapasan, dan dapat muncul pada penyakit pernapasan akut atau kronis karena penyebab yang berbeda. Istilah 'kehilangan massa otot' umumnya digunakan untuk menyatakan penurunan proporsi atau berat otot global, tetapi pada tingkat sel sebenarnya menunjukkan hilangnya serat atau lebih sering, pengurangan ukurannya. Oleh karena itu, hilangnya massa otot atau atrofi serat akan melibatkan penurunan kekuatan kontraktil. Etiologi Penurunan berat badan, serta massa dan fungsi otot adalah hasil dari interaksi faktor etiologi yang berbeda, yang menarik memiliki bobot relatif yang berbeda untuk setiap pasien tertentu. Gizi dan disfungsi otot: stabilitas versus eksaserbasi Diet yang tidak tepat, anoreksia dan malabsorpsi Asupan kalori pasien dengan gangguan pernapasan kronis seringkali tidak memadai, tidak sesuai dengan kebutuhan energi mereka.


Referensi :
Gea, J., Sancho-Muñoz, A., & Chalela, R. (2018). Nutritional status and muscle dysfunction in chronic respiratory diseases: stable phase versus acute exacerbations. Journal of thoracic disease, 10(Suppl 12), S1332.

Péneau, S., González-Carrascosa, R., Gusto, G., Goxe, D., Lantieri, O., Fezeu, L., Hercberg, S., & Rolland-Cachera, M. F. (2016). Age at adiposity rebound: determinants and association with nutritional status and the metabolic syndrome at adulthood. International journal of obesity, 40(7), 1150-1156.

Putra, W. N., Wiratama, B. S., Indawati, R., & Indriani, D. (2021). Analysis of Age, Smoking Habit, Nutritional Status, and Their Influence on Hypertension. Jurnal Berkala Epidemiologi, 9(1), 10-17.


Versi PDF:



Tim redaksi: Edukratif News




Previous Post Next Post