Oleh:
Anggi Novita Kumala Dewi (2007026039)
Sinta Prima Dayanti (2007026040)
Rozza Eka Budiyati (2007026041)
Kharisma Alifatun Hidayah (2007026042)
Mahasiswa Prodi Gizi UIN Walisongo Semarang
Edukratifnews.com/Artikel - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di dunia sudah kelebihan berat badan (indeks massa tubuh (BMI) > 25 kg/m2), 650 juta di antaranya mengalami obesitas (IMT > 30 kg/m2). Lebih dari 380 juta anak dan remaja di seluruh dunia juga terkena dampak dari fenomena ini. Di negara berkembang 23,8% anak laki-laki dan 22,6% anak perempuan kelebihan berat badan atau obesitas pada tahun 2013. WHO telah mengidentifikasi obesitas sebagai penyakit kronis yang paling serius. Penyakit yang jika tidak diobati, menyebabkan masalah kesehatan yang berbahaya (hipertensi, gagal jantung, serta ginjal, sistem saraf dan penyakit mata). Masalah kesehatan lainnya yang berhubungan dengan obesitas termasuk diabetes mellitus tipe 2 (T2DM), gangguan metabolisme lipid, refluks, dan apnea tidur obstruktif.
Masalah gangguan metabolisme yang berhubungan dengan obesitas dan resistensi insulin pertama kali dijelaskan pada tahun 1988. Namun, hanya 10 tahun kemudian, pada tahun 1999, WHO dan Kelompok Eropa untuk Studi Resistensi Insulin (EGIR) mengusulkan definisi sindrom metabolik. Diasumsikan bahwa, selain perut obesitas, setidaknya 2 gangguan metabolisme lain yang terdaftar oleh Federasi Diabetes Internasional (IDF) harus terjadi secara bersamaan agar sindrom metabolik dapat didiagnosis: peningkatan konsentrasi trigliserida (TG) (>150 mg/dL), penurunan konsentrasi lipoprotein densitas tinggi (HDL) (<40 mg/dL untuk pria dan <50 mg/dL untuk wanita), hipertensi (≥130/85 mm Hg), T2DM, atau gangguan glikemia puasa (IFG) (100 mg/dL).
Kejadian obesitas pada anak-anak tumbuh dengan cepat dan beban komplikasinya harus dipertimbangkan tidak hanya dari sudut pandang medis tetapi juga dari sudut pandang sosial ekonomi. Obesitas meningkatkan risiko penyakit kemakmuran lainnya seperti hipertensi, dislipidemia, dan intoleransi glukosa dan pada saat yang sama merupakan faktor risiko kardiovaskular dan sindrom metabolik. Kualitas dan harapan hidup pasti akan dipengaruhi oleh obesitas. Sindrom metabolik telah menjadi lambang komplikasi obesitas dengan dampak tinggi pada kesejahteraan manusia.
Faktor-faktor predisposisi anak-anak obesitas dan remaja hingga sindrom metabolik yang telah dilakukan melalui penduduk dengan cakupan umur dan tempat tinggal. Dengan mempertimbangkan kecenderungan genetik dan pengaruh lingkungan. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sinyal peringatan untuk subyek yang secara genetik cenderung mengalami obesitas. Pada anak-anak perlu adanya tindakan pencegahan seperti aktifitas fisik dan pola makan sehat merupakan cara terbaik untuk mengurangi risiko komplikasi parah akibat obesitas dan sindrom metabolik itu sendiri.
Kelebihan berat badan dan obesitas adalah karakteristik paling penting yang berkontribusi pada peningkatan kehadiran MetS pada anak-anak. MetS (metabolic equivalent of task) digunakan sebagai satuan yang mengukur perbandingan jumlah energi yang diperlukan terhadap massa tubuhnya pada saat melakukan suatu aktivitas fisik. Radetti dkk. membuktikan bahwa BMI, terlepas dari keterbatasannya, menunjukkan indeks validitas yang lebih baik dalam prediksi MetS daripada penanda adipositas lainnya, menekankan kemudahan menghitung BMI. Menjadikan prevalensi MetS tinggi pada populasi anak terutama diantara anak-anak yang kelebihan berat badan dan obesitas.
Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan antara tingginya asupan makan dengan obesitas pada anak dan remaja. Anak perempuan utamanya yang berusia 5-7 tahun yang makan snack dengan ukuran porsi yang banyak sebelum lapar dapat meningkatkan kenaikan berat badan sebesar 4,6 kali. Dalam studi perancis, dijelaskan bahwa kelebihan berat badan pada anak yang berusia 3-11 tahun memiliki keterkaitan dengan ukuran porsi makan seperti makanan manis, biskuit. Sebagaimana kenaikan berat badan yang meningkat seiring dengan kenaikan ukuran porsi makan, penurunan berat badan juga dapat dicapai dengan pengurangan ukuran porsi makan.
Hasil studi menyatakan bahwa obesitas pada masa kanak-kanak menyebabkan ketegangan yang berlebih, dislipidemia, inflamasi kronis, kecenderungan peningkatan pembekuan darah, disfungsi endotel, dan hiperinsulinemia. Pengelompokan faktor risiko penyakit kardiovaskular, dikenal sebagai sindrom resistensi insulin yang telah diidentifikasi dalam anak-anak pra-pubertas. Resistensi insulin merupakan komponen kunci dari sindrom metabolik, pada sekelompok faktor kardiometabolik dengan peningkatan prevalensi pada anak-anak dan remaja yang terkait dengan obesitas. Ukuran porsi makanan yang tinggi meningkatkan kadar indeks glikemik, sehingga berkontribusi terhadap insulin resistensi dan sindrom metabolik. Sebagai catatan, meningkatkan energi asupan dapat menyebabkan peningkatan BMI dan perkembangan kelebihan berat badan serta obesitas, yang nantinya dapat berkontribusi pada resistensi insulin dan sindrom metabolik.
DAFTAR PUSTAKA
Alberti, K.; Eckel, R.H.; Grundy, S.M.; Zimmet, P.Z.; Cleeman, J.I.; Donato, K.A.; Fruchart, J.-C.; James, W.P.T.;
Al-Hamad, D.; Raman, V. Metabolic syndrome in children and adolescents. Transl. Pediatr. 2017, 6, 397–407.
Flieh, S. M., González Gil, E., Miguel Berges, M. L., & Moreno Aznar, L. A. (2021). Food portion sizes, obesity, and related metabolic complications in children and adolescents.
Jankowska, Agnieszka dkk. 2021. Metabolic Syndrome in Obese Children-Clinical Prevalence and Risk Factors. International J.Environ. Res. Public Health 2021,12, 1060.
Kassi, E.; Pervanidou, P.; Kaltsas, G.; Chrousos, G.P. Metabolic syndrome: Definitions and controversies.BMC Med. 2011, 9, 48.
Loria, C.M.; Smith, S.C. Harmonizing the Metabolic Syndrome. Circulation 2009, 120, 1640–1645.
Tim redaksi: Edukratif News