Cerpen: Badut Ulang Tahun

kali dibaca


Cerpen - Kenangan buruk bertahan sepanjang hidup. Terus menghantui dan hanya bisa terhapus dengan kelumpuhan otak. Begitu pun kisah memilukan di dalam kepala Hendi. Perihal cerita-cerita memilukan yang ia bawa dari masa kecilnya yang penuh kehinaan. 


Kemiskinan orang tuanya adalah penyebab bagi kepiluan masa mudanya. Dahulu, sebagai anak-anak, ia ingin juga menyamai kepunyaan teman-temannya. Tetapi ayah-ibunya tak mampu mewujudkannya, hingga ia mesti membiasakan dirinya dengan ketidakberpunyaannya.


Masih lekat di ingatannya kala ia mesti melawan rasa rendah dirinya semasa sekolah dasar. Setiap kali sepantarannya bermain, ia akan lebih sering menepi karena ia tak punya alat permainan. Itu kerap terjadi, entah pada musim mobil-mobilan, musim sepeda, atau musim gim konsol.


Keadaan itu pun membuatnya kehilangan kebanggaan sebagai anak-anak. Ia merasa diri sebagai pecundang yang sebaiknya menyepi dalam kebosanan bersama anak-anak pecundang lainnya, daripada harus menerima ejekan dan hinaan dari anak-anak yang berpunya.


Seturut dengan keadaan itu, ia jadi tak akrab dengan istilah bersenang-senang atau berlibur. Sepulang sekolah, atau pada hari Minggu, ia memilih menghindari teman-temannya dengan pergi ke tempat pembuangan akhir sampah untuk memulung barang-barang bekas yang bernilai.


Tetapi hasil penjualan kaisannya di bawah terik matahari, tidak begitu saja menjadi uang jajannya. Hasil tetesan keringatnya tersebut, akan masuk ke dalam dana perongkosan umum untuk kebutuhan hidupnya bersama kedua orang tuanya, juga seorang kakak dan dua orang adiknya. 


Sebab itu pula, ia tak mengenal pamrih berupa perayaan. Tak ada pesta ataupun kado di hari ulang tahunnya. Padahal, ia senantiasa mendengar cerita dari teman-temannya perihal peringatan hari kelahiran mereka, yang membuat mereka bergelimang hadiah yang istimewa. 


Semua persoalan tersebut akhirnya menimbulkan dendam di dalam hatinya, yang membuatnya tak kuasa melihat anak-anak bersedih. Karena itu, ia berjuang keras untuk menjadi orang yang berada, agar ia bisa menghindarkan anak semata wayangnya dari kenangan pahit yang serupa. 


Dengan kegigihannya, berbekal ijazah SMP-nya, ia kemudian berhasil bekerja di sebuah pabrik daur ulang sampah pada lima tahun yang lalu. Meski awalnya hanya bekerja di bagian penyortiran, tetapi karirnya terus menanjak, hingga ia menjadi seorang pengawas pengolahan. 


Tetapi kejadian nahas kemudian menimpanya. Sembilan bulan yang lalu, perusahan tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. Ia akhirnya kehilangan pekerjaan, hingga ia luntang-lantung mencari mata pencarian. Sebuah kondisi yang tentu membuatnya kalang-kabut.


Meski demikian, ia kukuh merahasiakan keadaan peliknya. Ia tak ingin membuat istri dan anaknya cemas dan kehilangan kebahagiaan. Ia ingin mereka tetap berpikiran kalau ia masih tetap sanggup memenuhi perongkosan kebutuhan dan keinginan mereka. 


Hingga akhirnya, tiga bulan yang lalu, ia mendapatkan tawaran dari temannya untuk membangun usaha penyelenggaraan acara khusus anak-anak. Keuntungannya tampak menjanjikan di tengah kelaziman pengadaan pesta ulang tahun bagi anak-anak. Merasa tergiur, ia pun bersepakat.


Selain soal keuntungan, kesediaannya bergabung di dalam usaha kerja sama dengan lima orang temannya itu, juga didasari oleh minatnya sendiri. Ia selalu suka menghibur anak-anak. Ia selalu merasa senang saat menyaksikan anak-anak di sekitarnya tertawa riang.


Belum lagi, ia tak akan kehilangan muka dengan pekerjaan itu. Ia bisa menutupi identitas dirinya dari pengetahuan orang-orang yang mengenalnya, terutama dari istri dan anaknya, sebab ia kebagian tugas lapangan untuk menjadi seorang badut. 


Akhirnya, pada hari Minggu ini, ia pun kembali menyambung rahasia di balik penyamarannya. Sebelum berangkat ke rumah temannya yang merupakan markas usaha mereka, ia lagi-lagi berdusta kepada istrinya kalau ia akan pergi ke luar kota untuk urusan perusahaan. 



Tak lama kemudian, dengan mengendarai sepeda motor, ia dan seorang partnernya sampai di rumah kliennya yang telah dihias dengan manik-manik oleh partner mereka yang lain. Untuk kesekian kalinya, ia kembali menjadi badut yang memandu keberlangsungan acara.


Sepanjang agenda, ia pun bertindak layaknya guru taman kanak-kanak. Dengan iringan organ tunggal seorang partnernya, ia mengajak anak-anak untuk bernyanyi. Setelah itu, ia lantas memandu permainan gim berhadiah, pembacaan doa, peniupan lilin, hingga pemotongan kue.


Beruntung. Semua anak-anak yang hadir, tampak menyenangi tuntunan dan sajiannya. Suasana pun terasa cukup meriah. Karena itu, ia merasa telah berhasil menyukseskan acara ulang tahun anak seorang karyawan perusahaan tambang yang berduit tersebut. 


Hingga akhirnya, ia terkejut hebat setelah menyaksikan keadaan yang di luar dugaannya. Istri dan anaknya, tiba-tiba datang. Sang istri tampak dengan riasan menor dan perhiasan mewahnya, sedangkan sang anak tampak dengan pakaian terbaik dan ponsel mutakhirnya.


Di balik wajah berwarna-warni, hidung bola, rambut palsu, dan kostum penuh embel-embelnya, ia pun mengamati gelagat istrinya. Di tengah rehatnya itu, ia lalu mendekat ke sisi istrinya dengan sikap santai, demi menguping obrolan sang istri dengan ibu-ibu yang lain. 


"Kenapa datang terlambat?" tanya sang nyonya rumah kepada istrinya, setelah keduanya cipika-cipiki.


Istrinya lantas tersenyum lebar. Layaknya ibu-ibu yang berusaha menampakkan keramahannya. "Maaf, aku banyak urusan di rumah yang mesti kuselesaikan terlebih dahulu. Kebetulan, suamiku ke luar kota pagi tadi untuk urusan perusahaan."


Sang nyonya rumah kemudian balas tersenyum. "Oh, maklumlah kalau begitu. Sebagai istri, kita memang harus sabar menangani banyak urusan kalau suami sedang bepergian. Yang penting, suami kita pulang dengan membawa uang yang banyak."


Istrinya pun tergelak. "Iya, Bu. Kalau tidak begitu, pesta-pesta kita akan terhenti, dan arisan kita akan macet."


Seketika, ibu-ibu yang lain turut tertawa.


Mendengar percakapan itu, ia sontak terenyuh. Ia tak menyangka kalau lagak istrinya akan sedemikian royal kala berkumpul dengan ibu-ibu yang lain. Ia pun cemas kalau sang istri terus gandrung berfoya-foya, hingga menguras habis tabungannya.


Tetapi serta-merta, ia menyadari kalau perangai istrinya tersebut terbentuk karena perlakuannya sendiri. Bagaimanapun, selama hidup bersama, ia begitu memanjakan sang istri dengan memenuhi segala permintaannya untuk maksud membahagiakannya. 


Lalu tiba-tiba, di tengah renungannya, terjadi keributan di area perkumpulan anak-anak. Perhatiannya pun teralihkan. Sampai akhirnya, ia menyaksikan kalau kegaduhan itu terjadi karena perselisihan antara putranya dengan seorang anak perempuan.


"He, makanya, kalau kau mau main gim, kau pakai sendiri HP-mu! Dasar anak miskin!" hardik anaknya yang masih duduk di kelas 2 SD. Anaknya itu tampak begitu kesal kepada sang anak perempuan yang sedang meringkuk kesakitan di lantai.


"Apa yang terjadi, Nak?" tanya seorang perempuan dewasa yang tampak sebagai ibu sang putri kecil. 


"Dia mendorongku, Bu, sampai aku terjatuh," jelas sang anak perempuan, sembari menunjuk putranya. 


“Ah, anak Ibu sendiri yang salah. Ia mau mengambil HP-ku. Ia ingin memainkan gim yang aku mainkan. Ya, aku tak mau, dong. Kalau mau main, ya, harus punya HP sendiri," tanggap anaknya, penuh emosi.


Ibu sang anak perempuan pun hanya mendengkus dan menggeleng-geleng. Ia kemudian membawa sang putri ke sisi yang lain. 


Di balik penyamarannya, Hendi pun menginsafi kalau ada yang salah dengan caranya memperlakukan putranya demi membalas dendam masa kecilnya sendiri.***


Ramli Lahaping. Kelahiran Gandang Batu, Kabupaten Luwu. Berdomisili di Kota Makassar. Menulis di blog pribadi (sarubanglahaping.blogspot.com). Bisa dihubungi melalui Instagram (@ramlilahaping).


Pasang Iklan: Klik Disini

Previous Post Next Post