Jangan Pernah Lelah Mengepakkan Sayapmu, Kawan

kali dibaca


Cerpen - Teringat saat masih seperjuangan dengan kalian. Iya, kalian dengan berbagai karakter yang menurutku unik, melebur menjadi satu keluarga yang terjalin bukan karena adanya ayah dan ibu, melainkan karena ketidaksengajaan persamaan waktu yang mempertemukan kita di bawah atap yang sama, atap sekolah. 


Lahirnya keluarga baru tentu saja melahirkan pengalaman yang baru pula. Mulai dari belum saling mengenal, hingga bertengkar menjadi hal yang menandakan keakraban. Bagaimana di tempat lain? Entahlah, disini semua hal itu menyatu menjadi hal yang sama dirasakan.


Lama bersama kalian, tepatnya ketika masa perpisahan menjadi jalan wajib yang harus ditapaki, aku mulai merasakan ada sifat karakter yang muncul pada diriku.


Entah karena bawaan atau mungkin ada unsur kesengajaan, karakter seperti Mr. Drac mulai muncul pada diri ini. Karakter yang mengharuskan siapa menjadi apa yang aku inginkan.


Bukan karena paksaan, tapi aku berpikir ini adalah cara yang menurutku terbaik. Dengan menyusupkan ucapan dan tindakan yang melebur bersama kalian, aku mencoba menjadikan kalian menjadi bisa sebisa mungkin yang aku harapkan.


“Ayolah Kawan, terbanglah setinggi yang aku lakukan.”


“Lihatlah dirimu, kamu bukan tidak mampu, hanya saja belum kamu lakukan.”


“Terbanglah lebih tinggi !”


Begitulah aku, yang saat itu menurutku baik, penuh motivasi, dan bertujuan mulia seakan semua akan bisa sepertiku. Tapi, entah kenapa kalian belum bisa setinggi kepakan sayapku. Aku terus bersabar, melakukan hal yang sama, terus berulang.


Titik jenuh mulai menghampiriku, dan amarah lembut mulai menampakkan paksaan khas manusia marah. Apa yang salah dengan kalian, kenapa kalian masih saja seperti itu, apakah kalian tidak ingin terbang setinggi diriku?. Pertanyaan-pertanyaan diluar kendali mulai terlontarkan, tak tentu arah.


Hingga suatu sore, pada hitungan beberapa tahun kemudian, ketika aku sedang berdiskusi dengan Guruku, aku mencoba menumpahkan semua hal di atas untuk entah dan terserah apa yang akan dilakukan Guru dengan kejadian tersebut.


Apa yang terjadi?


“Kamu sedikit benar, tapi banyak salahnya”.


Begitulah Guruku, dengan penuh wibawa, beliau memberiku nasehat kehidupan. Kata demi kata, kalimat demi kalimat, beliau menerangkan jalan salah yang tanpa kusadari telah aku paksakan untuk ditapaki oleh kalian.


Pelan aku mulai memahami makna sayap manusia. Bahwa memang kalian memiliki sayap, dan pasti bisa terbang pula. Tapi aku sadar, tingginya terbang bukan hanya dilihat dari titik tinggi di mana aku berada.


Bisa saja tinggi terbang yang kalian maksud adalah rendahnya terbang yang aku kira. Dan disitulah letak kesalahanku, menganggap kalian masih terbang rendah, padahal kepakan sayap kalian menafsirkan bahwa itu adalah terbang tinggi, yang artinya kalian sudah berusaha maksimal mengepakkan sayap sebisa yang kalian kepakkan. Itu adalah nasehat Guruku, nasehat yang membuatku harus segera minta maaf pada kalian.


Maaf Kawan, aku telah melakukan kesalahan saat itu. Terima kasih Guru, atas bimbingannya. Sekarang aku sadar, kalian tak harus terbang setinggi menurutku. Terbanglah semampu sayapmu mengepak, Kawan. Tapi dengarlah, aku akan tetap mendengarmu dan meraih sayapmu setiap saat, kapanpun saat kalian memanggilku.


Jangan pernah lelah mengepakkan sayapmu, Kawan.

Previous Post Next Post