Pesantren Mansajul Ulum: Tradisi Musyawarah di Pesantren

kali dibaca


Redaksi Pondok Pesantren Mansajul Ulum - Istilah musyawarah ini sangat familiar di pesantren NU tradisional.


Musyawarah yang dimaksudkan itu bukanlah kegiatan rembuk warga sebagaimana lazimnya di kampung-kampung saat menjelang hari kemerdekaan atau hari-hari besar lain.


Musyawarah bagi santri adalah kegiatan Bahtsul Masa'il para santri yg rutin dilakukan secara harian, mingguan, atau bulanan, tri wulan dan tahunan. 


Kegiatan ini menjadi kebanggan para santri. Karena di forum inilah mereka menemukan kebebasannya untuk beradu argumen dengan siapapun dg terbuka.


Kegiatan ini jg menjadi ajang bergengsi para santri memamerkan kecerdasan dan keluasan ilmu mereka.


Kegiatan musyawarah ini biasanya dilakukan dg membahas satu kitab tertentu atau membahas hukum dr persoalan waqi'iyah tertentu. 


Tradisi musyawarah di pesantren sudah berlangsung puluhan tahun, atau mungkin sudah ratusan tahun. Tradisi ini menjadi kekuatan pesantren.


Para alumni pesantren yg terkenal handal biasanya pernah melewati proses penggemblengan dalam kegiatan tersebut.


Karena itu tidak heran jika di pesantren-pesantren besar yg terkenal "matoh" keilmuannya, tidak meninggalkan tradisi musyawarah.


Bahkan musyawarah ini dijadikan kegiatan wajib yg rutin diikuti oleh santri dalam berbagai fan ilmu/pelajaran.


Di Lirboyo, misalnya, setiap mapel yg diajarkan selalu diikuti oleh musyawarah yg didampingi oleh wali kelas.


Tidak heran jika para alumninya sangat "tahqiq" ilmunya. Karena apa yg dipelajari kemudian dimusyawarahkan, dimana para santri ditantang utk kembali membaca di depan teman-temannya, menjelaskan murad plus harus menjawab pertanyaan dari audien dan memberikan argumen yg kuat ketika didebat.


Siapapun yg mampu melakukan ini tentulah akan memiliki pemahaman ilmu yg sangat mendalam melebihi mereka yg sekadar mendengar, membaca, atau mengaji. 


Tradisi musyawarah ini hakikatnya seperti tradisi khalaqah pada kuttab-kuttab pada zaman klasik Islam, atau tradisi diskusi di perguruan tinggi.


Bedanya tradisi musyawarah dg tradisi diskusi di perguruan tinggi terletak pada ta'bir yg harus dihadirkan ketika menjawab permasalahan.


Ya, semua musyawirin yg hendak berpendapat dituntut untuk menunjukkan ta'bir (teks kitab) sebagai bukti kebenaran argumentasinya. Inilah yg menjadikan santri yg mau aktif pada kegiatan musyawarah akan semakin kaya dan luas bacaannya.


Karena mau tidak mau mereka harus mencari banyak ta'bir yg harus dihadirkan saat musyawarah. 


Untuk nguri-nguri tradisi pesantren itulah, maka di pesantren Mansajul Ulum kegiatan musyawarah ini juga dilakukan rutin sejak dulu.


Sekarang kegiatan ini sudah menjadi kurikulum mingguan di dalam Madin Pesantren di setiap tingkatan, baik ula, wustha, maupun ulya, putra maupun putri.


Bahkan mulai tahun ini kegiatan musyawarah di pesantren Mansajul Ulum mulai ditambah dg musyawarah kitab Fathul Muin oleh anak2 pasca Ulya yg kemarin sudah tamat Madin dan masih tetap ada di pondok.


Mereka ini selain sebagai santri kini mulai ikut mengajar para adik-adik santri di tingkat ula. Karena itu mereka harus tetsap merawat dan meningkatkan pengetahuannya.


Salah satu cara pondok memfasilitasi mereka dalam meningkatkan pengetahuannya adalah dengan memberikan kegiatan musyawarah.


Selain itu juga ada musyawarah Fathul Qarib oleh santri pasca Aliyah (santri yg lulus madrasah Aliyah di sekolah formal, tapi madin pondoknya belum tamat).




Previous Post Next Post