Di antara yang patut kami syukuri adalah kesempatan untuk mengambil banyak pengalaman dan pelajaran dari segala hal selama di Tembagapura. Juga kesempatan untuk berkunjung ke banyak tempat serta bersilaturahim dengan banyak warga Muslim dari berbagai latar belakang. Sehingga kami dapat melihat betapa indahnya warna-warni pelangi Ramadhan di sana.
Rasa syukur itu coba kami ungkapkan dalam catatan-catatan perjalanan yang kami kumpulkan menjadi satu buku sebagaimana yang ada di tangan pembaca sekalian. Apa yang kami goreskan dalam buku ini merupakan potongan-potongan kenangan yang semoga bisa menjadi pengingat bagi kami pribadi suatu saat nanti. Bahwa kami pernah menyinggahi kota nan indah bernama Tembagapura. Indah tata kotanya, indah pula masyarakatnya. Bahwa kami pernah merasakan keramahan dan kehangatan warganya di tengah suhu dingin udaranya. Semua itu adalah bagian dari sejarah yang sayang jika tidak terdokumentasikan.
Tembagapura menjadi bagian dari objek perjalanan dakwah Ramadhan kami ke luar Jawa, setelah 2016 lalu kami juga mendapat amanah untuk berdakwah Ramadhan di bumi Liwa, Lampung Barat, juga di antara puncak pegunungan yang menebarkan hawa dingin siang dan malam. Sebuah kerugian dan penyesalan, lantaran kami tidak sempat mendokumentasikannya dalam tulisan ketika itu. Maka perjalanan dakwah ke Tembagapura kali ini tak boleh luput dari rekam-pena kami.
Melalui catatan-catatan yang ada di buku ini, kami berharap semoga dapat memetik nilai-nilai baik dan bijak yang berguna bagi kami pribadi khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya. Sebagaimana kami berharap buku ini dapat menjadi semacam laporan perjalanan dari kami yang diamanahi untuk menjadi imam Ramadhan di Masjid Darussa’adah Tembagapura pada tahun ini. Semoga kehadiran buku ini dapat menambah kekayaan literasi tentang Tembagapura.
Benar adanya apa yang dikatakan oleh Ibnu Batutah, “Traveling dapat mengubah anda yang pendiam menjadi seorang pendongeng.” Dulu, kami tak akan dapat bercerita ketika ditanya tentang Papua. Namun sekarang, dengan singgah di Tembagapura meskipun hanya sebulan, dengan mantap kami akan dapat menceritakan banyak hal yang rasanya tidak akan cukup hanya dituliskan dalam goresan tinta.
Meskipun sederhana, semoga buku ini menjadi bagian dari mengikuti "sunnah hasanah" guru kami, Kiai Ali Mustafa Yaqub, yang tak jarang menuliskan cerita-cerita perjalanan dakwahnya dalam satu buku. Juga mengamalkan slogan ampuhnya "wala tamutunna illa wa antum katibun" -pantang mati sebelum berkarya-.
Semoga bermanfaat.
Penulis: Ulin Nuha