Asupan Junk Food Dan Obesitas Pada Anak Dan Dewasa

kali dibaca


Oleh :
Aisyah Ummu Atsal, Anni Mudrikaturrohmah, Antika Retna Wahyuningsih, Atikah Anainayah, Dea Juliana Putri


Program Studi Gizi
Fakultas Psikologi Dan Kesehatan
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
2021


Edukratifnews.com/Artikel - Obesitas adalah masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan berkembang di Amerika Serikat (AS) dan di seluruh dunia yang meningkatkan risiko beberapa kondisi kronis, termasuk diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Obesitas telah dinyatakan sebagai epidemi yang tidak membeda bedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, atau etnis sehingga memerlukan penanganan yang mendesak.

Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak dijaringan tubuh secara berlebihan sehingga dapat mengakibatkan berat badan seseorang diatas normal. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh berlebihnya asupan energi yang masuk kedalam tubuh seseorang dari yang dikeluarkan (Andrasili and Saraswati, 2018). 

Peningkatan konsumsi makanan cepat saji (junkt food), rendahnya aktivitas fisik, faktor genetik, pengaruh iklan, faktor psikologis, status sosial ekonomi, program diet, usia dan jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang berkontribusi pada perubahan keseimbangan energi dan berujung pada kejadian obesitas.

Penelitian menunjukkan bahwa usia antara 0 - 5 tahun merupakan periode kritis dalam perkembangan kelebihan berat badan dan obesitas, dan bahwa kelebihan berat badan dan obesitas pada masa anak- anak sangat prediktif terhadap obesitas dewasa.

Junk food dikaitkan dengan obesitas karena kandungan energinya yang tinggi dan jumlah lemak yang ada serta gula bebas, bahan tambahan kimia, dan natrium yang tinggi serta jumlah mikronutrien dan serat yang sangat rendah.

Konsumsi junk food lebih tinggi pada kelompok anak-anak khususnya dengan anak-anak dengan kepala rumah tangga yang memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepala keluarga yang memiliki pendidikan kurang dan pendapatan lebih rendah.

Kejadian obesitas banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi tinggi disebabkan karena konsumsi makanan yang berlemak tinggi, sedangkan pada golongan sosial ekonomi rendah kejadian obesitas disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung banyak karbohidrat karena mereka kesulitan dalam membeli makanan berprotein tinggi.

Subtipe utama pada anak-anak dan orang dewasa adalah produk roti manis, diikuti oleh makanan ringan gurih, makanan penutup atau dessert, permen, kerupuk, dan snack atau energi bar. Begitu stress, ketidakamanan, dan gejolak emosional telah terbentuk, individu secara alami akan mencari bantuan dari keadaan tidak nyaman tersebut.

Junk food, mengingat sifat hedonisnya melalui kepadatan energi yang berlebihan, adalah bentuk pengobatan sendiri yang tersedia melalui pesta makan hedonis, menciptakan kebiasaan yang kuat melalui perubahan amigdala dan hipokampus.

Satu studi melaporkan 23% anak-anak 5-12 tahun diklasifikasikan sebagai kecanduan makanan, dan hubungan positif dengan obesitas. 

Meskipun konsumsi junk food yang dipicu melalui faktor internal seperti stres, peningkatan kadar ghrelin, dan emosi yang tidak nyaman, tidak sekuat kecanduan yang disebabkan oleh bahan kimia, junk food tetap dapat digambarkan sebagai jenis kecanduan yang halus dan bisa dibilang lebih berbahaya. 

Atau perilaku seperti kecanduan. Ini baik dan buruk bagi individu yaitu mengidam dan gejala penarikan tidak begitu kuat, tetapi jenis perilaku adiktif ini mungkin juga lebih sulit untuk dideteksi dan dilawan, misalnya melalui terapi. 

Banyak individu dari berbagai usia khususnya anak-anak dan orang dewasa yang mengalami stres internal dan emosi yang tidak nyaman melampiaskannya dengan mencari solusi yang cepat, murah, dan banyak tersedia yaitu dengan mengkonsumsi junk food yang dipicu secara emosional tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang dikonsumsi terlebih pada asupan energinya, karena pada dasarnya konsumsi junk food meberikan kontribusi energi yang tinggi bagi tubuh yaitu sebesar 10-25 % terhadap asupan energi, dan jika terlalu sering dikonsumsi dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang memadai akan menyebabkan kelebihan energi.

Kelebihan energi terjadi apabila konsumsi energi makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan berlebih atau obesitas. Anak yang mempunyai asupan energi berlebih mempunyai kemungkinan untuk obesitas 6,9 kali lebih tinggi daripada anak dengan asupan energi baik atau normal. 


DAFTAR PUSTAKA
Kurdanti, W., Suryani, I., Syamsiatun, N. H., Siwi, L. P., Adityanti, M. M., Mustikaningsih, D., & Sholihah, K. I. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(4), 179-190.

Liu, J., Lee, Y., Micha, R., Li, Y., & Mozaffarian, D. (2021). Trends in junk food consumption among US children and adults, 2001–2018. The American Journal of Clinical Nutrition.

Singh, A., Dhanasekaran, D., Ganamurali, N., Preethi, L., & Sabarathinam, S. (2021). Junk food-induced obesity-a growing threat to youngsters during the pandemic. Obesity Medicine, 26, 100364. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2451847621000476)

Ardita, S. K. (2020). Remaja Giat Tanpa Batas ( Remaja Gizi Sehat Tanpa Obesitas). Semarang: POLTEKKES KEMENKES SEMARANG.

Hemmingsson, E. (2018). Early childhood obesity risk factors: socioeconomic adversity, family dysfunction, offspring distress, and junk food self-medication. Current obesity reports, 7(2), 204-209.


Versi DOCX





Previous Post Next Post