Dari Lereng Muria, Terbang ke Australia. Cerita Muhammad Subhan, Peraih Beasiswa S2 di Monash University

kali dibaca

LPDP adalah beasiswa yang membuka kesempatan untuk seluruh anak bangsa dari berbagai kalangan. Ada yang reguler, afirmasi (3T, Bidikmisi, PNS, Santri) dan BUDI untuk dosen.


Selain itu, beasiswa LDPD juga mencakup biaya kuliah, biaya hidup, uang buku, penelitian, dan lain-lain yang dijamin oleh LPDP. Selain itu, manajerial LPDP memiliki reputasi yang bagus.


Oleh sebab itu, ketika info tentang LPDP muncul di internet, juga beberapa senior di kampus sukses menjadi penerima LPDP, seketika langsung punya mimpi yang sama untuk meraih beasiswa LPDP.



Saya merasa, negara benar-benar telah hadir untuk menyiapkan anak mudanya menjadi generasi terbaik di tahun-tahun mendatang. Meskipun saya tahu, proses untuk mendapatkan LPDP akan sangat panjang, sulit, dan biaya yang tidak sedikit.


Ketika saya berhasil lulus sarjana tahun 2016 dengan beasiswa penuh Bidikmisi, proses saya selanjutnya adalah mencari pekerjaan untuk menyambung hidup dan mencicil beberapa syarat LPDP yang perlu biaya seperti tes TOEFL, tes kesehatan, tes narkoba, bebas TBC dan lain-lain.


Perlu diketahui bahwa LPDP membuka pendaftaran 2 kali dalam setahun, untuk itu setiap gaji turun saya sisihkan sebagian untuk rencana biaya-biaya tes di atas agar waktunya tepat dan syarat-syarat terpenuhi.


Manusia punya rencana, Tuhan jugalah yang menentukan. Tahap administrasi, tes psikologi sukses saya lewati.


Tetapi ketika datang waktunya tahap akhir seleksi, persiapan yang tidak matang, kurang percaya diri, dan inferior, membuat rencana indah itu gagal di tahun 2017.



Satu hal yang saya sangat sesali adalah saya terlalu banyak membaca referensi atau meniru testimoni dari para awardee.


Akibatnya saya lupa menonjolkan keahlian yang saya miliki, padahal itulah modal yang paling penting. Ketika saat tahap interview, pertanyaan yang muncul tidak sesuai dengan ekspektasi, gagap dan kesulitan menjawab pertanyaan.


Belajar dari orang yang sukses itu penting, tapi jangan lupa untuk percaya pada kemampuan diri sendiri.


Beberapa bulan pasca kabar kegagalan, rasa kecewa dan penyesalan terus membayangi. Waktu dan biaya yang saya keluarkan seperti terbuang sia-sia.


Namun, masih ada sedikit motivasi untuk bangkit dan mencoba lagi di periode pendaftaran selanjutnya. Hal pertama yang saya lakukan adalah menulis daftar kesalahan-kesalahan saat periode pertama.


Selain itu, tentu saja saya memperbaharui berkas-berkas pendaftaran yang sudah kadaluarsa. Saya merasa di tahun kedua tersebut jauh lebih percaya diri karena saya mulai lagi dari nol berbekal keyakinan pada diri sendiri.


Singkat cerita, tahun 2018 saya berhasil lolos tahap administrasi, tes CAT dan essay on the spot, dan tahap akhir wawancara dan LGD. Datang waktunya pengumuman bulan Desember 2018, menjelang sholat magrib saya membuka akun pendaftaran LPDP dan mendapat hasil LULUS seleksi substansi.



Artinya saya benar-benar sudah menjadi kandidat penerima beasiswa LPDP untuk tujuan luar negeri. Senang? Pasti. Saya sujud syukur, melompat kegirangan, dan tak lupa memberi kabar bahagia itu kepada orang-orang terdekat.


Siapa yang menyangka, anak desa yang rumahnya dibawah lereng gunung muria, kuliah S1 dengan beasiswa penuh, bisa lolos salah satu beasiswa paling prestisius di Indonesia.


Di dalam sejarah silsilah keluarga saya pun tidak ada yang mengenyam pendidikan lebih dari SMA.


Alhamdulillah, kalau sesuai dengan rencana, saya akan kuliah di Monash University, Australia dengan jurusan Master of International Relations yang linier dengan pendidikan S1 saya.


Australia menjadi pertimbangan setelah mendapat beragam masukan dari Dosen, Akademisi dan informasi di internet. Australia, khususnya, Melbourne mempunyai iklim akademis yang bagus.


Sejak jenjang S1 saya banyak meneliti tentang terorisme di Indonesia, pertimbangan itu juga yang menjadi alasan saya memilih Australia karena banyak ahli studi terorisme di negeri kanguru tersebut.



Selain kegembiraan, satu hal yang harus kita atasi saat menjadi penerima beasiswa LPDP adalah beban moral di masyarakat.


Ekspektasi masyarakat sangat tinggi terhadap kita. Saya yang sudah menutup rapat-rapat terkait status saya pun tidak bisa berbuat banyak ketika hampir di setiap sudut desa mengetahui kabar keberhasilan saya.


Kita harus menyiapkan banyak jawaban ketika pertanyaan-pertanyaan mulai muncul baik di masyarakat maupun di media sosial.


Lebih jauh, setelah nanti saya selesai pendidikan S2, saya ingin berpartisipasi baik di pemerintahan maupun akademik, untuk memberikan sumbangsih keilmuan dalam kaitannya dengan hubungan internasional, pertahanan dan keamanan, dan tentu saja penanggulangan terorisme.


Penulis: Muhammad Subhan, Peraih Beasiswa LPDP S2 di Monash University Australia

Tulis Komentar

Previous Post Next Post