Fenomena Menganut Hawa Nafsu Ketimbang Akal Fikiran dan Hati Nurani

kali dibaca


Oleh: Ahmad Nadhif Abdul Mudjib


Hadirin Rohimakumullah


Di tempat lain beberapa jum’at yang lalu, kita membahas tentang fenomena keterbalik-balikan yang selama ini kita alami dan rasakan Bersama, seolah bukan merupakan kekeliruan tetapi justru terbalik menjadi sebuah kebenaran yang mutlak!.


Di antara keterbalik-balikan yang sudah kita bicarakan itu adalah:


1. Hakekat manusia adalah hanya sebagai seorang hamba. Seorang hamba berarti adalah budak yang tak punya apa-apa, yang tak berkewenangan apa-apa. Namun ternyata hampir semua dari kita sering merasa memilki apa-apa dan bahkan sering merasa berkuasa untuk bertindak dan berperilaku layaknya Tuhan Yang Maha Memiliki atau Tuhan Yang Maha Kuasa.


2. Manusia itu juga sebenarnya adalah makhluk yang tiada. Terbukti, sebelum lahir, kita pernah tidak ada dan itulah sebenarnya keaslian kita: yaitu TIADA. Bahkan ketika kemudian kita lahir, maka sebenarnya kita ini HANYA DI-ADAKAN, BUKAN ADA SEJAK SEMULA…


Namun siapakah dari kita yang bersedia disebut TIADA?


Hadirin Rohimakumullah


Itulah beberapa keterbalik-balikan yang selama ini melanda kita dan kita menganggapnya sebagai suatu kewajaran dan bahkan kebenaran yang mutlak atau absolut.


Dalam kesempatan ini, kita akan mengkaji semampunya SATU HAL yang lain atau satu fenomena yang lain yang juga ternyata telah mengalami keterbalikan yang sangat dahsyat. Yaitu fenomena menganut HAWA NAFSU ketimbang AKAL FIKIRAN DAN HATI NURANI


Allah SWT berfirman dalam Surah Yusuf ayat 53:


وما أبرئ نفسي إن النفس لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي إن ربي غفور رحيم


“Dan aku tidak menganggap diriku bebas dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”


Sering sebagian dari kita memahami ayat ini secara gegabah dan lalu berkesimpulan bahwa gara-gara manusia memiliki nafsu dan nafsu itu ammaroh bissu’, maka manusia terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kesesatan.


Tentu kesimpulan seperti itu sangat tidak tepat. Allah itu Maha Besar dan Maha Bijaksana. Segala ciptaanNya pasti memiliki kesempurnaan yang seringkali belum kita fahami.


Manusia sebagai ciptaan Allah jutsru adalah makhluk yang paling lengkap dan sempurna. Manusia memang diberi nafsu, namun manusia juga diberi akal fikiran dan hati nurani. Dalam Bahasa Minhajul Abidin karya Imam Al-Ghazaly disebutkan bahwa manusia diciptakan dengan dibekali sifat kebinatangan namun juga sifat kemalaikatan. Kedua sifat yang saling bertolak belakang itu, memang bisa saja menjerumuskan manusia kepada kesesatan. Namun jangan kita lupa bahwa itu tadi, di samping manusia diberi nafsu, manusia juga dikaruniai akal fikiran dan hati nurani.


Dengan akal fikiran, manusia diharapkan berjuang dan bergelut dengan dirinya sendiri untuk menyeimbangkan dan bahkan harus berusaha memberatkan segi sifat kemalaikatan, bukan segi sifat kebinatangan.


Hadirin Rohimakumullah


Kembali kepada ayat yang menerangkan bahwa nafsu itu ammaroh bissu’, namun janganlah kita memotong-motong ayat tersebut sehingga kita lupa penggalan ayat berikutnya yaitu illaa maa rohima robby, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Hal ini oleh Alhikam kemudian dijabarkan sebagai berikut:


فإذا جوهدت النفس بهذه المجاهدات وقوتلت بهذه المقاتلات رجعت عن جميع مألوفاتها الدينية وعاداتها الردية وزال عنها النفور والاستكبار ودانت لمولاها بالعبودية والافتقار وتركت أعمالها وصفت أحوالها وهذه هي خاصيتها التي خلقت لأجلها ومزيتها التي شرفت من قبلها


Jika kita mampu menaklukkan nafsu, maka nafsu itu akan meninggalkan segala kebiasaan buruknya dan kembali kepada keasliannya sebagai hamba mulia yang jernih sikapnya dan mulia budipekertinya.


Lebih jauh, Alhikam menyatakan:


فلما تعالجت بما ذكرناه عادت إلى الصحة وإلى طبعها الأصلي فألفت العبودية والتزمتها وصارت بذلك مطمئنة صالحة لأن يقال لها: يا أيتها النفس المطمئنة إرجعي إلى ربك راضية مرضية فادخلي في عبادي وادخلي جنتي


dan jika kemudian nafsu itu kembali keasliannya maka ia pun berhak menyandang predikat dan pangkatnya yang asli yaitu: An-Nafsul Muthmainnah, nafsu dan jiwa yang tenang yang akan kembali kepada Tuhannya dengan mendapatkan ridlo yang sempurna.


Hadirin Rohimakumullah


Kecuali dengan usaha menghadapi nafsu seperti di atas itu, Allah telah membekali kita dengan hati nurani yang suci dan lurus. Dengan hati nurani ini, manusia diharapkan dapat semakin memperbaiki dirinya menuju ke hadirat Allah SWT.


Dalam sebuah riwayat dari وابصة بن معبد الأسدي disebutkan:


أتيتُ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فقال : جئتَ تسألُ عن البرِّ والإثمِ ؟ قال : نعم ، فقال : استفتِ قلبكَ : البرُّ ما اطمأنتْ إليهِ النفسُ ، واطمأنَ إليهِ القلبُ ، والإثمُ ما حاكَ في النفسِ وترددَ في الصدرِ ، وإن أفتاكَ الناسُ وأفتوكَ


Wabishah bertamu sowan kepada Baginda Nabi untuk bertanya tentang prinsip kebaikan dan keburukan. Lalu Baginda Nabi menjawab: kebaikan adalah ketika hati dan nafsunya merasa tenang. Sedangkan keburukan adalah ketika nafsu bergejolak dan dadamu terasa sesak, meski mungkin banyak orang menyuruhmu kepada perbuatan buruk itu.


Riwayat ini jelas memberi gambaran bahwa sebenarnya jika kita mau mendengarkan bisikan nurani kita akan kebaikan, maka kita akan berhasil meraih kebaikan itu sendiri.


Inilah hati nurani yang dititipkan oleh Allah kepada manusia dalam menata kehidupannya. Prinsipnya jelas: tanyalah hatimu sendiri dengan penuh kejujuran.


بارك الله لي ولكم في القرآن الكريم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو الغفور الرحيم، وقل رب اغفر وارحم وأنت أرحم الراحمين

Previous Post Next Post